Dari Tim 9 Sumatera 1 hanya Dian Ekasari yang pernah mendaki gunung. Aku dan Bram Aditya belum pernah sama sekali. Awalnya aku ragu apakah akan sanggup mendaki gunung setinggi itu?Segala keperluan mendaki sudah aku persiapkan dari rumah. Mulai dari carrier sampai jas hujan. Mulai dari membeli baru sampai pinjam teman. Aku check list barang-barang yang harus dibawa sampai semuanya lengkap.Dari Sungai Penuh kami langsung menuju Pintu Rimba untuk memasuki kawasan Gunung Kerinci. Setelah menyantap makan siang nasi bungkus Dendeng Betokok kami siap-siap berangkat. Namun hujan mulai turun. Aku bertanya apakah pendakian ditunda? Tidak jawab guide kami. Pendakian harus dimulai karena waktu berjalan terus. Kami semua mengeluarkan jas hujan. itulah gunanya membawa barang tersebut.Akhirnya kami ber-9 yang terdiri dari Aku, Dian dan Bram dari tim ACI, Oji pendamping dari Rakata, Melky yang menjadi guide kami, Azim, Andri, Doyok dan Dede yang membantu membawa peralatan logistik, tepat pukul 16.30 WIB mulai mendaki.Jalur masih datar hingga landai menuju Pos 1 Bangku Panjang. Menurut Melky jalur ini masih jalur pemanasan. Perlu 20 menit untuk mencapai pos ini. Tiba-tiba hujan berhenti. Kami semua melepas jas hujan. Cuaca mulai MestaKung : Semesta Mendukung!Pukul 17.00 WIB pendakian dilanjutkan. Jalur landai sudah semakin banyak ditambah dengan tangga-tangga alami dari akar pohon. 30 menit berlalu dan kami akhirnya sampai di Pos 2 Batu Lumut. Diberi nama itu karena memang disana ada banyak batu yang berlumut. Menurut Azim dulu tempat batu berlumut itu sungai dan air terjun, namun kini sungai itu sudah kering dan batu-batunya berlumut.Setelah beristirahat 10 menit pendakian kembali dilanjutkan. Semakin lama medan semakin berat. Hari mulai gelap. Saatnya mengeluarkan headlamp untuk menerangi jalur pendakian. Dan dingin mulai menusuk. Satu jam kami tempuh untuk mencapai Pos 3. Disini kami beristirahat cukup lama. Tim logistik mulai mengeluarkan peralatan masaknya. Mereka membuat minuman untuk sekedar menghangatkan tubuh. Kopi hitam, teh panas dan susu. 3 gelas. Kita tinggal memilih mau yang mana. Satu gelas rame-rame tidak masalah. Setelah cukup lama beristirahat pendakian mulai dilanjutkan.Guide kami selalu jujur. Jika medan berat, dia bilang berat. Dan medan untuk menuju Shelter 1 dia bilang berat. Naik terus tanpa ampun. Dalam gelap kami terus mendaki. Aku baru sadar makna bahwa alam selalu menjadi sahabat para pendaki. Disaat kaki sudah berat melangkah, ada tangan yang bisa menggapai apa saja untuk membantu naik. Ada akar pohon. Ada ranting. Ada batu. Semua itu sangat membantu. Dan akhirnya setelah berjuang selama 1,5 jam sampai juga di Shelter 1 tepat pukul 21.00 WIB.Kami memutuskan untuk membuat tenda dan menginap disini. Rencananya perjalanan akan dilanjutkan besok pagi. Teman-teman logistik mulai mendirikan tenda dan mulai memasak. Langit cerah malam itu. Purnama menemani kami saat santap malam. Lalu kami istirahat sambil mendengarkan lagu wajib para pendaki : lagu Iwan Fals jaman dulu yang masih vulgar. Dalam lelap aku bermimpi mencapai puncak Kerinci. (bersambung)
Detik Travel menyajikan info tujuan wisata yang menarik, tips perjalanan murah, hotel murah, tiket pesawat,kapal pesiar,sewa mobil, travel bag.
Thursday, October 20, 2011
Pertama Kali Mendaki Gunung Langsung Ke Kerinci (Hari ke-1)
Wednesday, October 19, 2011
Herbal Asli Indonesia di Museum Jamu Jago-MURI
Kekayaan alam Indonesia memang tak terkira. Termasuk rempah-rempah yang menjadi andalan jamu buatan anak negeri ini. Sebagai herbal asli buatan Indonesia, tradisi minum jamu telah mengakar berabad-abad. Nah, serba-serbi tentang jamu kami dapatkan ketika berpetualang menuju Museum Jamu Jago-MURI di Jalan Setiabudi nO.179, Srondol, Banyumanik, Semarang.Museum tentang jamu ini berdekatan dengan pabrik PT. Jamu Jago, merek jamu pertama dalam kemasan di Indonesia. Tidak hanya berisi tentang dunia jamu, museum ini juga mengarsipkan rekor Indonesia dalam catatan MURI (Museum Rekor Indonesia) yang digagas Jaya Suprana, yang juga merupakan generasi penerus Jamu Jago.Kami mendatangi lokasi di pinggiran Semarang ini dengan menggunakan bus. Rupanya tidak susah mencarinya karena dilalui banyak angkutan umum. Terletak di lantai dua, Museum Jamu Jago-MURI memiliki koleksi foto–foto, slide dan peralatan tradisional pembuatan jamu jaman dulu. Pengunjung bisa mengamati rempah-rempah berupa akar, daun, batang, kulit, ataupun buah dan bunga dari tumbuhan yang berkhasiat obat. Rempah-rempah ini sudah berbentuk kering (herbarium) yang ditaruh di wadah dari anyaman rotan. Wanginya menyeruak ke tiap penjuru ruangan, meskipun telah dibungkus dalam plastik transparan. Begitu menciumnya, saya jadi ingat jamu gendong mbok-mbok langganan istri saya di Jakarta.Dari pengamatan di museum, dapat kita ketahui rumitnya membuat minuman jamu secara manual. Dulu untuk menghaluskan bahan dipakai lesung batu, yang sampai sekarang masih tersimpan rapi. Koleksi lainnya berupa alat-alat yang pertama kali digunakan untuk memproduksi jamu, sampel jamu yang diproduksi pada tahun-tahun awal pendirian, maket alur produksi jamu, simplisia jamu, piagam penghargaan, dan beragam koleksi lain. Segala sesuatu tentang perkembangan pabrik Jamu Jago juga bisa dilihat, bahkan laporan keuangan beberapa dekade perusahaan itu.Menariknya, kami juga menemukan koleksi yang berhubungan dengan rekor. Tapi kebanyakan berupa dokumentasi saja, mengingat tidak banyak tempat untuk menyimpan koleksi tersebut. Misalnya reflika Candi Borobudur dari korek api dan lukisan Ciputra yang dibuat dari susunan paku seberat 1, 5 kuintal dengan dengan ukuran 2, 44 m x 1, 87 m.Mengunjungi museum ini, kami berhasil membuka mata. Bahwa dari tanah yang menghasilkan berbagai macam tumbuhan khas, manusia Indonesia bisa tumbuh sehat dan kuat.
Tuesday, October 18, 2011
Transportasi dan Penginapan Gunung Kerinci
Buat para pendaki Gunung Kerinci ada 2 pilihan jalan, yaitu melalui kota Padang atau Jambi. Saya kebetulan memulai pendakian dari arah kota jambi dengan tim 9 (Sumatera 1). Dari sini kami naik travel PO. Ayu Transport tujuan Jambi – Sungai Penuh. Travel tersebut membuka perjalanan Jambi – Sungai Penuh – Jambi atau Padang – Sungai Penuh – Padang. Karena kebetulan kami akan mendaki Gunung Kerinci bersama Sekretariat bersama Gunung Kerinci yang berpusat di Sungai Penuh, jadi kami bermalam di sungai penuh sembari mempersiapkan logistik.Dari Jambi dibutuhkan 12 jam perjalanan, sedangkan dari Padang akan memakan waktu 7 jam untuk menuju Sungai Penuh. Jika ingin langsung melakukan pendakian di Gunung Kerinci, kita bisa request turun di Kersik Tuo untuk langsung melakukan pendakian Gunung Kerinci. Travel di atas siap melakukan antar jemput dari rumah ke rumah, yang kami lakukan hanya melakukan janji jadwal penjemputan dengan agen travel diatas. Biaya travel Jambi – Sungai Penuh Rp. 100.000,- sedangkan Padang – Sungai Penuh Rp. 70.000,- dengan menggunakan minibus ELF. Dari Sungai Penuh – Kersik Tuo bisa menggunakan angkot putih dengan biaya Rp. 10.000,-Penginapan murah meriah dan midrange di Sungai Penuh bisa dijumpai ke Jl. Depati Parbo – Koto Lebu Sungai Penuh (HOTEL MAHKOTA). Harga mulai dari Rp. 70.000,- hingga Rp. 240.000,- per hari termasuk sarapan pagi. Fasilitas standart hotel selain bersih kamarnya terdapat kolam berenang di bagian belakang. Jika memilih menginap di Sungai Penuh, bisa langsung ke Paiman guess house 200 m selatan tugu macan Kersik Tuo atau B Darmin guess house 50 meter dari Paiman guess house. Biaya kedua guess house tersebut per malam Rp. 30.000,- per orang tanpa makan pagi. Paiman dan B Darmin menyediakan jasa porter atau bawa barang hingga mencapai puncak Kerinci. Selain guess house di atas terdapat satu penginapan lain yaitu Subandi guess house. Perbedaannya dengan 2 guess sebelumnya Subandi terdapat penyewaan peralatan kemping, range harga lebih mahal, memiliki aturan lebih ketat dan membayar biaya buruh porter lebih murah di bandingkan dengan Paiman dan B Darmin.Keterangan :PO Ayu TransportTelepon : 0748 – 22074Jl. HOS Cokro AminotoPO. Cayaha kerinciTelepon : 0748 – 21421Jl. DiponegoroPO. Safa MarwaTelepon : 0748 – 22376Jl. Yos Sudarso No. 20
Monday, October 17, 2011
Perjalanan Panjang Menuju Tanah Papua
Papua, bagi sebagian besar traveller pasti sangat menginginkan pergi menuju kesana karena disana banyak sekali kekayaan yang digali. Banyak sekali destinasi wisata yang dikunjungi di Papua sebutlah Raja Ampat yang sangat terkenal sekarang ini. Cartenz Pyramid salah satu Seven Summits dunia berada di ujung timur Indonesia. Namun, banyak sekali kendala untuk mengunjungi Papua, masalah medan dan juga akomodasi yang sangat sulit dan mahal.Rabu malam tanggal 12, saya dan tim menuju bandara Soekarno Hatta untuk terbang menuju Papua menggunakan maskapai nasional. Untuk menuju kesana kami harus transit sebanyak dua kali di Makassar dan Biak, dan jarak yang di tempuh lebih dari 2000 mil, itupun harus melewati 2 zona waktu karena letak Papua yang berada di zona waktu Indonesia Timur.Hampir 6 jam perjalanan menggunakan pesawat, perjalanan yang sangat melelahkan untuk mencapai ibukota Papua. Jetlag, itu pertama kali yang kami rasakan saat tiba di Bandara Sentani karena perjalanan panjang kami. Apalagi ini merupakan pengalaman saya naik pesawat dengan jarak tempuh yang jauh, sungguh mengesankan bisa mengunjungi tanah Papua. Sesampainya di Sentani pandangan pertama sungguh di luar dugaan, sebagai pintu gerbang pertama kondisi Bandara Sentani sungguh semrawut bahkan WC pun tidak ada air.Setelah bertemu dengan Mas Bara yang merupakan pendamping kami dari Rakata Adventure dijelaskan kalau ada perubahan jadwal lagi karena pesawat yang akan kami tumpangi terjadi beberapa kendala dan salah satunya adalah cuaca yang tidak menentu dan sulit diprediksi. Akhirnya yang seharusnya kami pergi ke Dekai harus mengalihkan perjalanan menuju Wamena itupun masih terkendala dengan cuaca.Tanah Papua masih menyimpan berjuta-juta keindahan dibalik eksotisme dan kerasnya kehidupan disana. Akan tetapi itu tidak menghalangi kami untuk mengeksplor keindahan bumi Cendrawasih. Salam Indonesia....
Kuliner Jajanan Pasar Tradisional Solo-Yogyakarta
Menikmati liburan di daerah Jawa Tengah tidak komplit rasanya jika tidak menikmati pesona kuliner jajanan pasar. Jajanan pasar menjadi salah satu makanan yang wajib dicoba untuk Anda pecinta kuliner. Tidak hanya harganya yang murah tapi jajanan pasar menjadi salah satu ciri khas makanan masing-masing daerah. Salah satu makanan khas yang menjadi makanan wajib ketika saya berkunjung ke Yogyakarta adalah bubur jenang.Bubur yang satu ini memiliki aroma dan rasa yang khas serta penyajiannya yang dibungkus daun pisang menjadi keunikan tersendiri. Bubur halus disiram sayur santan tahu memberikan cita rasa yang membuat saya selalu rindu makanan yang satu ini. Selain rasanya yang enak harga bubur ini pun relatif murah hanya dengan Rp 3.000,00 Anda bisa menikmati bubur jenang ini penjual bubur menyajikan makanan pelengkap lainnya seperti sate telur puyuh, ati ampela, dan beragam bakwan (gorengan) sebagai pelengkap. Anda bisa mendatangi pasar tradisional untuk menikmati bubur jenang sekaligus menikmati beragam kuliner lainnya.Selain bubur jenang pecel menjadi makanan hemat lainnya yang bisa membuat anda ketagihan. Aneka jenis pecel juga bisa anda nikmati di pasar tradisional yang menjajakan beragam jajanan pasar. Dari mulai pecel bongko yakni makanan berupa rebusan sayur taoge, bayam, daun singkong yang di siram dengan saus kacang dan diberi bongko (kacang kedelai dan kelapa parut rebus). Adapula pecel gendar dan pecel nasi yang membedakan hanya pelangkapnya saja yakni mau pilih pake nasi, gendar, ato bongko dengan harga Rp 3.000,00-Rp5.000,00 Anda sudah bisa menikmati makanan ini. Setelah puas menikmati makanan utama tidak lengkap rasanya jika tidak melepaskan dahaga dengan minuman khas daerah ini. Es dawet menjadi minuman pelepas dahaga yang bisa anda temukan di pasar tradisional. Es dawet serupa dengan es cendol yang membedakan dari segi rasa. Es dawet memilki aroma yang khas penjual es dawet biasanya masih menggunakan kendi untuk menyimpan dawet dan ini menjadi ciri khas bila dibandingkan dengan penjual es cendol. Oleh karenanya es dawet memilki aroma dan rasa yang jauh berbeda dengan es cendol.Satu lagi yang tidak kalah menarik yakni buah sarikaya buah ini menjadi buah yang sulit di dapat di jawa barat. Jika anda sempat melewati pedagang pinggiran yang menjajakan buah sarikaya anda bisa membeli buah ini sebagai oleh-oleh selain rasanya yang enak buah sarikaya memiliki biji yang serupa dengan buah sirsak namun bentuk dan rasanya jauh berbeda.
Labels:
Jajanan,
Kuliner,
Pasar,
SoloYogyakarta,
Tradisional
Goes to Dieng
Kuliah adalah masa dimana teman kita biasanya datang dari berbagai daerah. Pada akhir pekan saya dan teman-teman berinisiatif untuk mengunjungi rumah salah satu teman kami yang berada di Wonosobo, tepatnya di Kecamatan Kongsi. Antusiasme kita sangat besar, meskipun perjalanan di iringi hujan deras yang mengguyur, kita tetap bersemangat untuk segera sampai. Perjalanan yang kami tempuh memakan waktu kurang lebih 4 jam (cuaca hujan) tetapi kalau cuaca bagus hanya cukup sekitar 2 jam saja dari Kota Jogja.Istirahat malam sepertinya sedikit terganggu dengan hawa dingin yang selalu menelimuti daerah Wonosobo ini, tetapi selimut tebal sudah siap menemani tidur kami hingga pagi. Tidak lengkap rasanya jika hanya datang ke rumah teman saja tanpa menikmati wisata di daerah tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan mengunjungi tempat wisata di daerah tersebut.Melewati jalan yang menanjak dan berkelok-kelok adalah salah satu tantangan yang lumayan mengasikkan karena kami menggunakan sepeda motor sebagai transportasinya. Sepanjang jalan kami menikmati hamparan kebun sayuran dan buah-buahan. Wonosobo memang terkenal sebagai salah satu sentral penghasil pertanian. Kunjungan pertama kami adalah sebuah waduk, tetapi saya lupa apa nama waduk tersebut. Pemandangan yang begitu alami sangat terlihat. Gunung dan bukit yang berada di tepian waduk tersebut semakin mempercantik lukisan alam tersebut. Tiket masuknya murah cukup Rp3.000,00 per orang.Tidak puas hanya sampai di waduk tersebut, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah kawah yang bernama Kawah Sikidang. Waw, kepulan asapnya benar-benar tebal. Sungai yang mengalir di dekat kawah tersebut memiliki aliran air yang hangat. Di sekitar kawah banyak penjual gorengan dan minuman hangat. Tiket masuk yang dikenakan adalah Rp5.000 per orang.Selain itu kami juga mengunjungi tempat yang ada dalam cerita rakyat, yaitu Telaga Warna. Sekarang hanya ada warna hijau saja, tidak berwarna-warni seperti yang ada dalam cerita. Di kawasan Telaga Warna juga terdapat beberapa komplek gua. Di sepanjang parkiran banyak pedagang yang menawarkan jajanan dan souvenir. Untuk tiket masuk ke Telaga Warna setiap orang hanya di kenakan Rp6.000,00 saja, murah kan?Pulang dari plesiran tersebut kami mencoba mampir ke kebun teh yang bernama Tambi. Wow, luas sekali, sekalian ada pabrik teh nya juga. Sebenarnya sampai bukit yang tinggi kebun teh masih ada tetapi berhubung di atas hujan. Kami cukup di bagian bawah saja. Wisata murah dan dapat membuat kita rileks ya? Seperti model wisata saya dan teteman ini. Selain wisata yang saya dan teman-teman kunjungi, ada alun-alun yang bisa dikunjungi. Di sana banyak warung-warung atau penjual yang menjual makanan khas. Jadi, bisa sekalian wisata kuliner deh. Yang spesial di sini adalah mi ongklok, kalau ke tempat ini kalian wajib mencoba.
Sunday, October 16, 2011
Pertama Kali Mendaki Gunung Langsung Ke Kerinci (Hari ke-2)
Hari kedua pendakian Gunung Kerinci berlanjut. Selasa 11 Oktober 2011 kami bangun bergantian dan sudah terjadi berbagai hidangan untuk sarapan pagi. Sungguh kami malu dengan tim logistik ini. Mereka membawa beban begitu berat hingga puluhan kilo, mendirikan tenda dan memasak. Sepertinya tenaga mereka tidak ada habisnya.Aku memilih sarapan roti isi strawberry yang aku petik disekitar tenda yang kami dirikan. Rasanya jangan ditanya, sensasinya sungguh berbeda dengan strawberry jam buatan. Rencananya hari ini kami akan menuju Shelter-2 yang akan ditempuh kurang lebih 3 jam! Wow kebayang deh pegelnya.Dan benar, perjalanan antara shelter 1 dan 2 rasanya berat, apalagi pendakian dilakukan pada siang hari. Kami start jam 10.00 pagi. Rintangan semakin berat. Jalur pendakian mulai curam. Tanah juga licin akibat hujan semalam. Setiap satu jam kami beristirahat 5 menit untuk minum. Jujur, diantara kami bertiga Dian lah yang paling tangguh. Dia tidak pernah mengeluh. Sementara Bram cukup kerepotan dengan barang bawaannya yang cukup banyak. Beruntung aku hanya membawa barang dalam daypack secukupnya, jadi tidak terlalu berat. Akhirnya setelah berjuang 4 (empat) jam kami tiba di Shelter 2 dengan disambut hujan!Setelah mendirikan tenda kami banyak menghabiskan waktu didalam tenda karena hujan. Sampai hujan berhenti pukul 17.30 sore menjelang sunset. Kami berharap bisa melihat melihat sunset, namun ada awan menghalangi. Kami hanya kebagian melihat lembayung.Setelah makan malam kami istirahat karena pukul 03.00 pagi kami akan meneruskan pendakian menuju Shelter 3 dan langsung menuju Puncak. Alarm sudah kami stel satu jam sebelumnya.Dingin tidak menyurutkan kami untuk bangun. Setelah menghangatkan badan dengan minuman panas tepat jam 03.00 pagi kami berenam berangkat. Kami dikawal oleh Melky, Azim dan Dede yang membawa logistik. Jalur sudah dapat dikatakan terjal. Vegetasi juga sudah berbeda dengan sebelumnya. Kini yang ada tanaman-tanaman pendek khas pegunungan seperti edelweiss. Lintasan tanah berubah menjadi kerikil lepas. Perlu menjaga jarak dengan anggota tim didepan agar tidak terkena batu yang berjatuhan. Pukul 04.30 kami sudah tiba di Shelter 3!Tujuan berikutnya adalah Tugu Yudha. Pemberian nama ini untuk mengenang Yudha seorang pendaki yang hilang tahun 2003 lalu. Ditempat ini ditemukan ransel dan barang-barang miliknya. Jalur semakin terjal berpasir. Untuk itu diperlukan gaiter, alat pelindung sepatu agar tidak kemasukan pasir. Jalur semakin ekstim. Kemiringan mencapai 70 derajat. Kami mendaki setengah memanjat. Seperti Rock Climbing tapi tanpa tali. Menggunakan kedua kaki dan kedua tangan untuk mendaki. Menghabiskan waktu satu jam untuk mencapai Tugu Yudha dan kami mendapat bonus : Sunrise!30 menit kami habiskan waktu untuk mengambil gambar. Baik sunrise atau pemandangan indah yang menakjubkan. Mulai dari danau di Gunung Tujuh hingga jejeran Bukit Barisan yang membiru. Oh memang benar sungguh indah Indonesiaku.Walau tenaga sudah hampir habis, masih ada satu tugas lagi menanti : muncak. Istilah orang sini untuk mencapai puncak Kerinci. Kami mulai menapaki batu-batu karang yang terjal. Guide kami meminta kami berhenti, karena awan belerang mulai naik dari kawah. Beberapa pendaki yang lain pun sudah kembali turun karena belerang tersebut sangat berbahaya jika dihirup.Tidak berapa lama angin berubah. Awan belerang kembali turun. Kami kembali naik namun perlu menggunakan scraf untuk menutup hidung agar tidak menghirup belerang. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada kami mulai menapaki batu-batu itu dengan perlahan. Dian sudah didepan. Beberapa meter lagi mencapai puncak. Aku persis dibelakangnya. Bram masih belasan meter dibawah. Bram sudah hampir menyerah karena kakinya terkilir. Aku berkata pada Dian, kita tunggu Bram agar sama-sama mencapai puncak. Kami terus menyemangati Bram. Akhirnya kami bertiga, sambil berpegangan tangan berhasil melangkah bersama menginjakkan kaki di Puncak Gunung Kerinci. Tak kuasa kami menahan tangis haru. Tak dapat dibayangkan sebelumnya, kami khususnya aku bisa mencapai Puncak Gunung Kerinci! Segera kami mengabadikan momen berharga itu sebelum awan belerang kembali naik.Puncak Kerinci hanya selebar kurang lebih dua meter. Setelah itu terbentang kawah kaldera jauh dibawah sana yang mengeluarkan awan belerang yang beracun. Perlu hati-hati jika melangkah. Sedangkan panjangnya ke sebelah kiri kurang lebih 20 meter dengan lebar membesar hingga 4 meter. Disana ada Prasasti Puncak Kerinci dan bendera Merah Putih. Namun untuk mencapainya selain stamina yang prima juga diperlukan semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah. Semangat Aku Cinta Indonesia menjadi pengobar perjuangan kami mencapai puncak!
Lombok Holiday Trip
Ada banyak yang harus kamu tahu dari Lombok. Nggak cuma tentang 3 Gili aja, tapi juga banyaknya makanan khas Lombok yang super enak dan pedas, juga desa wisata yang sangat menarik dicoba. Kapan lagi bisa nyoba ngepel pakai kotoran sapi atau kerbau? Kalau kamu nggak mau disebut penakut, harus coba yang satu ini. Pergi juga buat main bola sama anak-anak kecil setempat di Tanjung Aan.
Saturday, October 15, 2011
Memburu Aneka Jajanan Khas Cirebon
Bila pada tulisan sebelumnya, dibahas tentang makanan tradisional Cirebon, maka kini akan dibahas makanan ringan atau camilan atau jajanan khas Cirebon. Ada beberapa yang patut diburu, yaitu serabi, tahu petis, kerupuk melarat, kerupuk rambak, dan sirop Tjampolay.Serabi Cirebon atau biasa disebut kue surabi agak berbeda dengan serabi di daerah lain di Indonesia. Serabi dibuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan dan parutan kelapa guna menghasilkan rasa gurih yang khas. Dimasak dengan tungku tanah liat dengan sumber api dari kayu bakar dengan menggunakan wajan kecil dari tanah liat juga. Serabi khas Cirebon ini disajikan bersama oreg tempe atau dage oncom. Bagi yang menyukai serabi dengan rasa manis, dapat memilih serabi merah atau serabi kinca yang mencampurkan gula merah pada saat pembuatan serabi. Serabi Cirebon didapatkan di daerah Pulasaren, Pasar Kanoman atau Jln. Kartini pada malam hari.Tahu petis khas Cirebon bentuk dan penyajiannya agak berbeda dengan tahu petis di kota lain, tahu goreng diiris segitiga (bukan kotak segi empat), digoreng kering, namun bagian dalam tahu masih terasa padat, tidak berongga. Disajikan dengan taburan garam halus, petis udang terpisah yang dibungkus kertas dan cabe rawit. Konon dulu hanya dijajakan saat acara keagamaan, tetapi sekarang dapat dengan mudah diperoleh di sekitar Cirebon, biasanya dijajakan mulai senja hari.Kerupuk Melarat adalah salah satu kerupuk khas Cirebon, dibuat dari bahan dasar tepung tapioka, di goreng tanpa minyak, tetapi dengan pasir yang telah dibersihkan dengan proses penyaringan dan pengeringan dengan cara diayak. Bentuknya tidak beraturan dan aneka warna, ada yang merah muda, kuning, hijau dan putih. Disajikan dengan sambal asam. Kini dapat dengan mudah diperoleh di pasar swalayan di sekitar Cirebon maupun di tempat-tempat penjualan oleh-oleh khas Cirebon.Kerupuk Rambak adalah kerupuk lain yang juga merupakan jajanan khas Cirebon, terbuat dari lemak kulit sapi yang diolah menjadi kerupuk. Kulit sapi yang masih basah dijemur hingga kering lalu direbus dengan air kapur dan garam. Setelah mengembang, kulit sapi dijemur kembali untuk meniriskan airnya, lalu dipotong-potong. Dijemur dan direndam kembali dengan bumbu. Dijemur kembali hingga kering baru kemudian dikemas dalam bungkus plastik. Selain sebagai camilan, kerupuk rambak, juga dikenal sebagai obat pencegah penyakit gondok dan maag. Kerupuk rambak banyak dijajakan di sekitar pasar Plered atau di pasar swalayan Cirebon.Sirup Tjampolay atau lengkapnya "Sirop Tjap Buah Tjampolay" adalah sirup khas Cirebon. Sirup yang dibuat berdasarkan formula atau resep hasil temuan almarhum Tan Tjek Tjiu pada tanggal 11 Juli 1936 ini, kini telah memasuki generasi ke tiga, meski mengalami pasang surut dalam pemasarannya. Dibuat dengan bahan gula murni dan sama sekali tidak menggunakan bahan sakarin. Dipasarkan dengan tetap mempertahankan cita rasa "tempo doeloe", penamaan maupun kemasannya. Semula hanya ada tiga rasa sirup, yaitu rossen, asam jeruk, dan nanas. Dan, sejak tahun 1993 ditambah aneka rasa baru seperti pisang susu, melon, jeruk nipis, kopi mocca, leci, dan mangga gedong. Sirup Tjampolay dapat dibeli di toko penjual oleh-oleh Cirebon, pasar swalayan di Cirebon maupun di pasar swalayan kota-kota besar Indonesia lainnya.Ada satu lagi jajanan yang sering diburu di kota Cirebon, meski sebetulnya adalah jajanan khas Kota Kuningan, yaitu tape ketan daun jambu. Terbuat dari bahan ketan putih yang diasamkan atau difermentasikan selama sekitar tiga hari dan dibungkus dengan daun jambu. Dijual dalam kemasan kotak plastik atau ember hitam. Makanan dengan ciri khas rasa asam manis ini, banyak diproduksi di daerah Cibeureum, Kuningan, Jawa Barat. Tape Ketan Daun Jambu ini dapat dengan mudah dibeli di toko penjual oleh-oleh khas Cirebon di daerah Pasar Pagi Cirebon.
Judulnya Jungle Training
Para petualang ACI yang tergabung dalam Tim Papua 1, Tim Papua 2, serta Tim Maluku adalah 3 (tiga) tim yang beruntung mendapatkan pelatihan Jungle Training di Sukabumi selama 3 (tiga) hari 2 (dua) malam. Masing-masing dari ketiga tim tersebut memang akan melakukan trekking berhari-hari, menyusuri hutan dan bahkan mendaki puncak gunung. Mungkin karena medan trekking kami yang cukup berat, maka kami dirasa perlu untuk mendapatkan ilmu perbekalan dasar bagaimana cara bertahan hidup di dalam hutan.Jungle Training yang berlangsung dari Jumat 7 Oktober 2011 hingga Minggu 9 Oktober 2011 akan diadakan di kawasan Situ Gunung, Sukabumi, tepatnya di Tanakita Camping Ground, yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pada Jumat 7 Oktober 2011, 9 (sembilan) dari kami yang merupakan Tim Papua 1, Tim Papua 2, dan Tim Maluku telah berkumpul di markas Rakata Adventure yang terletak di Jalan Lamandau IV No. 17 Kebayoran Baru, setiap masing-masing dari kami datang sudah dengan membawa carrier yang berisi segala perlengkapan yang akan dibawa dalam perjalanan kami yang akan dimulai pada tanggal 10 Oktober 2011 (untuk Tim Papua 1 dan Tim Maluku) serta tanggal 12 Oktober (untuk Tim Papua 2). Tepat pukul 11.45, kami bersembilan meninggalkan markas Rakata Adventure untuk menuju terminal bus lebak bulus.Perjalanan menuju Sukabumi menggunakan bus AC ukuran sedang yang memuat sekitar 24 orang penumpang duduk dan beberapa orang lagi yang berdiri, pada bagian depan bus tertulis trayek bus tersebut yaitu Lb. Bulus – Sukabumi, dengan harga tiket adalah Rp. 21.000/orang. Pukul 14.15 kami meninggalkan terminal Lebak Bulus menuju Sukabumi, dan setelah perjalanan selama kurang lebih 3 (tiga) jam, maka pada pukul 17.15 kami tiba di Cisaat, pemberhentian kami untuk menuju kawasan Situ Gunung. Dari Cisaat, kami melanjutkan perjalanan dengan mencarter 1 (satu) angkot yang sedianya akan mengantarkan kami ke Situ Gunung, biaya yang dikeluarkan adalah Rp5.000 per orang. Tepat pukul 18.00 WIB kami tiba di Tanakita Camping Ground, disambut oleh Bang Ical, pihak dari Rakata Adventure yang akan menemani kami selama menjalankan Jungle Training hingga hari Minggu.Pada malam pertama kami tidur di Tanakita Camping Ground. Ini adalah Camping Ground milik Rakata Adventure yang mengusung tagline "Fivestar Camp", menurut Bang Ical, ide awalnya adalah untuk memberikan pemahaman kepada orang diluar sana bahwa kemping itu tidak harus selalu susah, ribet atau bahkan tidak nyaman. Kemping bisa jadi sangat nyaman dan sangat menyenangkan. Di Tanakita Camping Ground ini contohnya, setiap tenda sudah dilengkapi dengan mattras tebal lengkap dengan seprei putih yang bersih dan bantal, termasuk pula sleeping bag yang bisa digunakan sebagai selimut. Di masing-masing tenda juga sudah terdapat colokan listrik, dan di bagian luar tenda bahkan telah pula disediakan jemuran handuk dan rak sepatu ukuran kecil.Kamar mandi di Tanakita Camping Ground bahkan menyediakan hot shower, sementara wc nya juga tersedia dalam bentuk closet duduk dan closet jongkok, dan tissue serta sabun cair juga telah pula tersedia. Saya rasa tidak ada lagi masalah yang berarti mengingat segala kenyamanan telah disediakan oleh Tanakita Camping Ground ini.Berada di atas camping ground, adalah ruang makan yang beratap putih, disinilah mereka yang tidur di tenda-tenda di camping ground berkumpul untuk makan pagi, malam, dan siang, sistemnya adalah prasmanan atau dapat mengambil bebas sepuasnya. Di pojok ruang makan juga terdapat alat-alat musik tradisional semacam angklung dan gamelan, serta gitar, para pemusik menemani kami dengan lagu-lagu selama kami makan malam pada malam itu.Bang Ical, bersama dengan pihak Tanakita yaitu Mang Atim Mas Hurdi dan Mas Rudy lalu mengobrol bersama kami selepas makan malam. Obrolan ringan ini lebih kepada mereka ingin mendengar keluh kesah, apa yang ingin didapatkan selama Jungle Training dan ketakutan apa yang hadir terkait dengan perjalanan yang akan kami lalui. Masing-masing dari kami memberikan jawaban, dan dibahas satu persatu pada malam itu. Menjelang pukul 10.00 kami diharapkan untuk dapat beristirahat, karena besok pagi sehabis sarapan, kami akan melakukan trekking dan kemping 1 (satu) malam di dalam hutan.Perjalanan menyusuri hutan dimulai pada Sabtu 8 Oktober 2011 pukul 11.45, setelah sebelumnya hujan sepanjang pagi di Tanakita Camping Ground. Kami bersembilan ditemani oleh Bang Ical, Mang Atim, Mas Hurdi dan Mas Rudy berangkat untuk masuk hutan. Masing-masing dari kami diharapkan membawa barang-barang yang sekiranya perlu dibawa untuk keperluan tidur semalam didalam hutan, termasuk peralatan kemping dari masing-masing tim yang terdiri dari tenda, alat masak dan alat makan, serta obat-obatan. Medan yang dilalui cukup beragam, dari jalan setapak yang lebar, pinggiran irigasi yang dikanannya terdapat jurang jauh kedalam, sampai sungai berbatu. Sepanjang perjalanan, kami beristirahat 2 (dua) kali dan sekitar pukul 16.00 kami tiba di lokasi kami akan tidur malam itu.Masing-masing tim bergiat mendirikan tendanya, sementara Mang Atim dan kawan-kawan mendirikan area dapur sebagai tempat memasak. Kegiatan sore itu dihabiskan dengan mendirikan tenda, mencuci sepatu dan kaos kaki yang kotor berlumpur, dan memasak makan malam kami. Pada intinya, ini adalah pemanasan sebelum kami akan masuk hutan yang sesungguhnya. Selepas makan malam, beberapa dari kami masih sempat mengobrol, namun menurut Bang Ical, sebaiknya para peserta tidak tidur terlalu larut malam, karena kita butuh stamina untuk melakukan kegiatan esok hari.Minggu, 9 Oktober 2011, kegiatan diisi dengan buang air kecil dan buang air besar di hutan, lalu sarapan dan bersiap-siap pulang. Pukul 10.00 kami meninggalkan tempat kami kemping dan mulai berjalan pulang kembali menuju Tanakita Camping Ground. Sebelumnya, kami juga sempat mampir ke Curug Sawer, curug yang berada tidak jauh dari Tanakita Camping Ground, dan sempat pula mengunjungi Danau Situ Gunung, yang saat kami kunjungi, air danaunya sedang kering karena sistem irigasi yang bocor.Tiba di Tanakita Camping Ground pukul 13.00, kami lalu makan siang dan mendapatkan pengarahan dari Bang Ical mengenai cara packing dan baju-baju apa saja yang sepatutnya dipersiapkan untuk perjalanan kami ke Papua dan Maluku. Sekitar pukul 18.00 kami meninggalkan Tankita Camping Ground menuju Jakarta dengan menumpang range rover yang dikemudikan oleh Om Piping dari Rakata Adventure. Kami tiba kembali di Jakarta pada pukul 24.00 malam itu, dengan harapan besar bahwa perjalanan kami ke depan akan lancar dan tanpa kendala yang berarti.
Monday, October 10, 2011
Ramalan Zaman Edan di Museum Rangga Warsita
Jika orang beranggapan museum adalah tempat yang dingin dan membosankan, maka tidak bagi saya. Salah satu destinasi wisata yang saya senangi adalah museum. Beruntung sekali, itinerary Petualang ACI 2011 dari Tim Jawa II (Jawa Tengah-DIY) memuat dua museum, yaitu Museum Rangga Warsita dan Museum Jamu Jago. Saya sudah membayangkan, akan ada banyak benda-benda kuno, aneh, unik, dan pastinya langka bisa disaksikan di kedua museum itu.Sekarang saya ingin berbagi cerita saat berkunjung ke Museum Rangga Warsita. Terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 1 Semarang, museum ini saya datangi bersama Niken dan Mas Nafik, pendamping kami. Sayangnya, hari itu (Selasa, 4/10, 2011) Amanda harus beristirahat di hotel karena kondisinya ngedrop.Jadilah kami pergi bertiga saja. Patung Arjuna dengan kereta kencana di depan museum tampak menyolok dengan warna terangnya menyambut kami. Untuk tiket masuk, Museum Rangga Warsita mematok harga Rp. 3000,- per orang.Begitu mengunjungi museum ini, saya sempat berpikir, mungkin inilah "zaman edan". Sekarang! Zaman yang diramal oleh tokoh yang menginspirasi pemberian nama museum ini, Raden Ngabehi Rangga Warsita. Dia adalah pujangga Keraton Surakarta. Rangga Warsita yang hidup di kurun waktu 1802 sampai 1873 ini meramalkan akan adanya zaman edan atau zaman (serba) gila.Ramalan ini tertuang dalam Serat Kalatidha dan kutipannya terpampang di pendopo museum. Kondisi bangsa kita sekarang memang di titik nadir yang mengkhawatirkan. &
Sunday, October 9, 2011
Biru dan coral @Pantai Tanjung Karang Donggala
Pantai Tanjung Karang merupakan objek wisata andalan Sulawesi Tengah, pantai ini cukup dekat dari Kota Palu, hanya 45 menit berkendara dari Bandara maka anda akan sampai ke Banawa dimana pantai tersebut berada.Ketika anda sampai ke pantai ini, maka anda akan melihat "blue paradise". Sebuah karya seni Tuhan yang terangkum dalam pantai berpasir putih, air laut nan biru, serta langit dengan gumpalan awan-awan kapas bergelantungan.sesuai dengan namanya "Tanjung Karang", pantai ini tidak hanya menyuguhkan panorama pantai yang indah namun terumbu karang dan ikan-ikan berwarna-warni, semisal clown fish dan kerapu. Ada pula ikan-ikan favorit pemancing macam kakap, tuna ekor kuning (yellow fin tuna), baronang, dan masih banyak lagi. Jika anda beruntung, anda bisa melihat sekumpulan lumba-lumba disini.Fasilitas pendukung pantai ini cukup lengkap, anda tak perlu khawatir jika anda ingin beristirahat setelah lelah snorkeling atau diving seharian. Banyak cottage milik warga lokal dan ada juga cottage milik warga asing (Jerman) yang menyediakan fasilitas diving (termasuk kursus diving jika anda berminat).Sebelumnya, saya pernah memposting di detik travel mengenai Pusentase, berbeda dengan pusentase yang masih terdapat banyak sekali spesies laut berbahaya, Pantai Tanjung Karang relatif lebih aman, selain karena disini hanya sedikit biota laut berbahaya, terumbu karangnya pun tidak terlalu dangkal, sehingga anda bisa menjaga jarak antara badan dan terumbu karang.Apa sih yang bisa anda lakukan di sini? Banyak sekali, anda bisa diving, snorkeling, dsb. Jika anda tidak punya peralatannya? anda bisa menyewanya disini. Anda ingin menikmati indahnya terumbu karang tanpa berbasah-basahan, maka perahu dengan kaca akuarium bisa anda sewa.Soal harga bagaimana? Jangan khawatir, cottage milik warga lokal bisa anda sewa dengan harga cukup terjangkau, sekitar Rp150.000/hari. atau anda juga bisa menyewa tempat untuk berteduh dan duduk hanya dengan 40ribu/harinya.Tapi perlu anda ingat, NO FISHING! Pantai ini akan selalu dijaga kelestarian biota lautnya. Jika anda ingin memancing, maka anda harus agak ke tengah laut dimana jauh dari lokasi terumbu karang dimana ikan-ikan coral berada. Tapi jangan khawatir, justru ikan-ikan macam ikan tuna ekor kuning, ikan bubara (ikan kuweh), ikan katombong (ikan kembung), ikan katamba, baronang, dan bawal hitam siap menyambar umpan anda.
Bundaran HI di Hari Minggu
Seribu satu kejutan yang bisa ditemui di Bundaran HI, Apa saja itu? Car free day? well, kami memang hoki, karena berada di saat dan tempat yang tepat! tanpa kami sadari, ternyata ada event lomba sepeda level internasional.
Saturday, October 8, 2011
Dinginnya Malam, Mengundang Keromantisan
Senja perlahan merayap diufuk barat, itu tandanya malam akan segera tiba. Secara bersahutan, jangkrik-jangkrik mulai melantunkan suara merdunya, dan kami pun mulai berkemas ke tenda tempat menginap seusai mengabadikan moment senja yang indah di Situ Gunung.Kabut tipis pun mulai menyelimuti malam yang semakin lama semakin dingin. Saat-saat itu, saya dipertemukan dengan dilema masalah klasik, apa harus mandi atau nggak. Setelah melalui pertimbangan yang melibatkan beberapa unsur tubuh, akhirnya saya memutuskan untuk mandi.10 menit lamanya saya mandi karena tidak tahan dinginnya air di Situ Gunung. Padahal, air hangat juga tersedia, sayangnya saya tidak pergunakan. Seusai itu, saya memutuskan untuk mengenakan jaket sembari menunggu makan malam tiba.Tiba makan malam, saya bersama kedua pasangan saya yang tergabung dalam Grup Jawa I disuguhi alunan musik angklung ciri khas masyarakat Sunda. Bukan hanya itu, santapan kuliner khas Sunda yang kami santap secara lahap malam itu sangat enak.Sekitar 60 menit lamanya kami menikmati alunan musik angklung, kabut yang tadinya tipis akhirnya makin menebal seperti layaknya gerimis kecil. Mengantisipasi hal tersebut, disekitar tempat makan disediakan tungku pembakaran untuk api unggun, sehingga saya dan rekan se-tim bisa menghangatkan tubuh yang makin menggigil. "Cuaca disini kalau malam bisa mencapai 20 hingga 18 derajat" kata Kang Isep, pria paruh baya yang menjadi pendamping kami selama menjelajahi area Situ Gintung. Wah, dinginnya sangat terasa.Namun, dengan adanya kobaran api unggun, kami bisa menghangatkan tubuh untuk kembali normal seperti biasa. Seusai makan malam, nuansa keakraban mulai tercipta diantara kami. Saya yang berasal dari Gorontalo, kemudian Debby Sinarmata dari Medan dan Silvia Faradila yang berasal dari Bontang, serta beberapa masyarakat setempat yang notabenenya Sunda saling bertukar cerita. Saling bercerita tentang pesona khasanah daerah masing-masing.Selain kami menikmati alunan musik angklung, kami juga sempat mencoba memainkan alat musik tersebut, meskipun tidak begitu tahu gimana cara memainkannya, setidaknya kami sudah membuat alat musik tersebut bisa berbunyi, karena bunyi itu sendiri adalah sebuah nada (meskipun tidak beraturan)Kesimpulan yang bisa saya pelajari dari malam nan dingin tersebut, Indonesia adalah negara yang beragam khasanah budayanya, kulinernya maupun adat istiadatnya, tetaplah satu. Bahkan perbedaan ragam budaya malah akan memperkaya khasanah budaya kita sendiri untuk tetap bersatu dalam naungan Negara Kemerdekaan Republik Indonesia.Oh iya, nuansa malam di Situ Gunung, Sukabumi yang dingin dan diselimuti kabut tipis, ternyata mengundang suasana keromantisan tersendiri, yang kiranya seru deh dinikmati bersama orang-orang terdekat.
Friday, October 7, 2011
Air Terjun Curug Sawer Sukabumi
Air Terjun Curug Sawer adalah salah satu tempat wisata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Situ Gunung Sukabumi Jawa Barat.Perjalanan menuju kesana sungguh membutuhkan tenaga seperti kuli. Yah harus kuat karena naik turun bukit. Kami menempuh perjalanan selama 45 menit dari Tanakita Campsite tempat kami menginap. Jurang dalam seperti mengucapkan selamat datang. Sepanjang perjalanan aku selalu melangkah hati-hati karena jalannya hanya setapak dan persis di kaki gunung. Lelah itu pasti tapi semua akan terbayar setelah sampai di lokasi dan melihat langsung pesona air terjun Curug Sewu dengan aliran air yang deras dan dingin, teman ku bilang seperti air kulkas, hehehe.Akses masuk ke air terjun Curug Sawer ada 2 yaitu dari Dinas Pariwisata Cinumpang dan Gerbang Nasional Gunung Gede Pangrango. Cukup membayar Rp. 6000. Curug Sawer memiliki ketinggian sekitar 25-30 meter. Pesona yang bisa dinikmati di lokasi air terjun adalah sekitar jam 10 siang kita bisa melihat pelangi disekitar air yang berasal dari sinar matahari yang masuk ke area air terjun. Bisa menjadi tempat mandi juga oleh wisatawan dan penduduk setempat. Dan di sana ada Owa Jawa yaitu seekor hewan yang mirip monyet tetapi tidak memiliki ekor. Dan suara Owa Jawa sering terdengar di pagi dan sore hari.Air terjun Curug Sawer berasal anak sungai di kaki gunung Gede dan gunung Gemuruh. Dan air terjun mengalir di sungai Cigunung. Sungai Cigunung biasa dimanfaatkan untuk olahraga alam yang lumayan ekstrim seperti tubing, tubing semacam advanture sport menyusuri arus aliran sungai yang deras dengan menggunakan ban, banyak yang mengakui tubing lebih ekstrim daripada arung jeram.Kesempatan ikut tubing adalah pengalaman baru bagi kami yang akan membekas dalam memori hidup kami. Kami sangat bersyukur bisa melewatinya.Besok ada kejutan apalagi yah di Taman Nasional Situ Gunung ini? Simak terus perjalanan kami yah. Semangat Menjelajah Indonesia!
Indahnya Indonesia Dalam Goresan Tangan Petualang ACI 2011
Jakarta–Bagaimana ya serunya menjelajahi indahnya pantai dengan batu-batu besar di Kepulauan Bangka Belitung atau mungkin menjelajahi Pulau Komodo yang sempat dinominasikan dalam 7 Wonders of Nature? Pastinya merupakan suatu pengalaman tak terlupakan bagi para Petualang ACI kloter pertama, yang telah diberangkatkan sejak hari Minggu (2/10/2011) lalu.Petualang ACI dari Tim Jawa I, Jawa II, Sumatera II, Sumatera III, dan NTT 1 berangkat bersamaan dari Jakarta setelah malam sebelumnya, Sabtu ( 1/10/2011) mengikuti briefing perjalanan di Gedung Trans TV, Jakarta. Rasa lelah dan sedikitnya waktu untuk beristirahat tidak mengurungkan semangat para Petualang ACI untuk segera menuju ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan menempuh perjalanan udara hingga tiba di daerah tujuan.Beragam cerita, foto, bahkan tweet dari para Petualang ACI berhasil membuat suatu sensasi tersendiri bagi mereka yang membacanya. Seakan para pembaca ingin berada di daerah yang dituju oleh para Petualang ACI. Pembaca seolah-olah diajak untuk merasakan langsung indahnya Batu Cermin di Labuan Bajo, menikmati Gulai kepala ikan patin di sebuah restoran bercitarasa Melayu di Pekanbaru, hingga melihat indahnya pagi di Tanakita Campsite Sukabumi."Kami memang batal memeluk gajah, tapi di hari pertama Tim Sumatra II berhasil memeluk senja dalam damai. Indonesia memang luar biasa indah," ujar Mohammad Irfan Ramly dari Tim Sumatera 2 dalam petualangannya di Pekanbaru.Indonesia adalah mutiara yang begitu indah yang mungkin belum disadari oleh kebanyakan orang, terutama masyarakatnya sendiri. Dan, ini menjadi tugas yang akan diemban para Petualang ACI 2011 untuk memperkenalkan lebih jauh lagi betapa cantiknya Indonesia.Ingin mengetahui keragaman Indonesia melalui cerita Petualang ACI 2011? Kunjungi http://aci.detik.travel dan dukung tim favorit Anda dengan memberikan voting kepada mereka di http://aci.detik.travel/grouppetualang/1.
Thursday, October 6, 2011
V For Victory
ACI 2011 detikcom telah dimulai! Berawal dari seleksi online dengan total pendaftar 75 ribu lebih, ACI 2011 menyisakan 60 orang petualang yang untuk pertama kalinya bertemu langsung, Sabtu (01/10) di Gedung Trans TV.Mereka, orang-orang spesial ini, telah menjadi akrab jauh sebelum terjadinya pertemuan di ruangan yang sedingin Everest itu. Persahabatan langsung terjalin, tapi kompetisi pun telah dimulai. Semuanya bersaing sehat melalui tulisan dan foto untuk meraih kemenangan. Yeah, V for Victory!Good luck, Guys!
Menggoyang Lidah di Setiap Sudut Kota Semarang
Kami sampai di Semarang siang, pukul 14.00 WIB. Setelah check in di hotel, hal pertama yang kami lakukan adalah memenuhi panggilan perut kami yang kelaparan sejak jam 11 siang. Pada saat menuju lokasi pertama kami menemukan sebuah warung angkringan yang keberadaannya mencolok karena terletak persis di sebelah pintu gerbang depan masjid. Warung Jahe Gepuk Special namanya. Awalnya kami terpaksa karena tak mampu lagi menahan lapar untuk makan di Warung Makan Mbak Lin sesuai rencana. Kami makan sebungkus nasi kucing dan segelas es susu jahe yang rasanya sangat segar di siang hari. Hari sudah mulai sore, tapi kami tetap kekeuh ingin makan siang. Kami pun menuju Warung Soto Kudus Mbak Lin naik becak. Satu porsi soto ayam yang dihidangkan dengan mangkuk kecil khas Kudus sekali. Kuah soto terbuat dari santan yang rasanya menggoyang lidah dicampur dengan sedikit kecap manis. Selain soto ayam yang menjadi khasnya, ada sate kerang yang sangat saya sukai. Sate ini hanya bisa ditemukan di pasar-pasar di Jawa Tengah dan di warung soto kudus tentunya. Kami pun berbincang-bincang dengan karyawan warung yang ternyata seluruhnya adalah kerabat dari Mbak Lin. Tak puas dengan soto kudus, malam harinya kami melanjutkan kuliner dengan menyantap nasi goreng babat pak Karmin di Pujasera Manggala di sebelah Hotel Ibis Simpang Lima. Nasi goreng yang aroma kambingnya sangat kuat ini membuat perut kami kekenyangan karena porsinya yang lumayan besar. Rasanya unik dengan babatnya yang empuk sehingga sangat nyaman di lidah. Kami pun makan malam sambil ditemani dengan orkes lagu-lagu Bugis oleh dua orang bapak-bapak tua. Warung makan Pak Karmin ini sudah buka sejak tahun 1954 yang dirintis oleh Pak Karmin, kakek dari ibu yang mengolah nasi goreng babat itu. Untuk menyegarkan tenggorokan, saya pun memesan es durian yang didominasi dengan es serut. Di hari kedua, kami pun tetap melanjutkan acara kuliner karena mumpung kami di kota, pasti semua serba ada. Di sela-sela wisata budaya di kawasan pecinan, kami mampir ke Gang Lombok. Lunpia khas semarang dan Es Cao yang artinya kepanjangan dari Es Cincao, keduanya menjadi incaran kami di siang terik. Sore harinya kami mampir ke Sate Kambing 29 di kawasan kota lama Semarang untu menikmati sate buntel yang sudah terkenal itu.Perut kami dimanja setiap saat kami mampir ke sebuah tempat di sudut Semarang. Dan kami tak sabar untuk mencicipi kuliner-kulier berikutnya di kota lain di Jawa Tengah dan DIY. Tunggu cerita berikutnya, dan siap-siap membaca sambil membayangkan rasa kenikmatan di lidah kami!
Labels:
Lidah,
Menggoyang,
Semarang,
Setiap,
Sudut
Wednesday, October 5, 2011
Paralayang di Puncak Pass
Kawasan puncak tentu sudah tidak asing lagi di kuping Anda. Dataran tinggi ini terletak di daerah Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Puncak Pass merupakan titik tertinggi mulai dari 10 km dari Bogor, mulai dari Ciawi hingga Cipanas dan memiliki ketinggian 1.900 dari permukaan laut.Anda yang mempunyai nyali bisa mencoba olahraga paralayang di Puncak Pass ini. Selain bisa memacu adrenalin, Anda juga bisa melihat keindahan hamparan hijau kebun teh seperti permadani yang melayang bebas di udara. Jika Anda belum mahir melakukan olahraga ini Anda bisa meminta pendamping saat melakukannya.Udaranya yang sejuk akan membuat Anda enggan meninggalkan daerah ini. Untuk menuju lokasi ini, para wisatawan bisa menggunakan angkutan umum seperti bus antarkota baik dari Jakarta, Bandung, ataupun Cianjur. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa BaratJln. RE Martadinata 209, BandungTelepon : (022) 7271385, 7273209, dan 7234654Faksimile: (0511) 3264512Website: http//www.westjava-indonesia.comE-mail : disbudpar@westjava-indonesia.com
Rupa-rupa Wajah Indonesia di Pasar Gang Baru
Setiap jejak langkah yang saya ayunkan di sepanjang kawasan Pecinan pagi itu membawa pada nostalgia Semarang tempo dulu. Kehidupan berabad di belakang seakan hadir kembali. Ternyata saya tak bisa mengatakan Indonesia ada, dengan mengabaikan keberadaan keturunan Tionghoa bagi negeri ini. Meski, tanah asal mereka sebenarnya berada nun jauh di Tiongkok sana.Bersama Manskii, Niken, dan Mas Nafik sang pendamping, kami berangkat dari hotel Merbabu di Jalan Pemuda Semarang pagi-pagi, usai breakfast. Spot-spot yang bisa dikunjungi wisatawan di Semarang saling berdekatan. Ini membuat beberapa tujuan wisata bisa dicapai dalam waktu yang singkat, tidak perlu seharian, apalagi berhari-hari. Mengawali petualangan pagi itu, kami menyambangi pasar tradisional di Gang Baru, lokasinya tidak terlalu jauh dari Pecinan. Ternyata kunjungan kami tepat, karena pasar tradisional Gang Baru hanya buka sekitar pagi, pukul 5.00 WIB sampai menjelang Zhuhur, pukul 12.00 WIB.Di pasar tradisional Gang Baru, di kiri dan kanan berjejer kios-kios yang rata-rata milik keturunan Tionghoa. Di antara kios itulah, tepatnya di badan jalan para penjual dan pembeli tumpah ruah. Barang-barang yang dijual sama dengan pasar lain, sayur-mayur, buah, kue dan masakan tradisional, hasil bumi, dan bahan dapur lainnya. Beberapa menjual aksesoris, perlengkapan sembayang, dan pakaian. Pasar tradisional ini seakan menjadi simpul keharmonisan masyarakat Semarang yang beragam agama, beragam etnis, dan status. Kami mudah sekali menemukan pembeli dari keturunan Tionghoa yang membeli gudek dari mbah-mbah yang sudah pasti wong jowo. Saya juga mengamati dua orang berpenutup kepala sedang bertransaksi. Biarawati yang membeli sayur-mayur pada seorang ibu berjilbab. Sebuah harmoni yang sebenarnya saling menguntungkan. Memenuhi toleransi, melegakan hati.Menelusuri Gang Baru dari ujung ke ujungnya, saya menemukan banyak jualan unik. Saya dibuat terkejut, akar tumbuhan ilalang liar pun bisa menjadi duit. Usut punya usut, ternyata akar ilalang berguna untuk mengobati masuk angin. Terlebih dulu direbus dan dicampur gula batu atau gula aren. Beberapa meter dari sana, ada juga penjual kide, bahan makanan semacam sosis yang dibuat dari endapan darah segar. Lalu ada juga sawi asem, jamur, rebung asem, dan sebagainya.Makanan tradisional yang kami temukan antara lain cetot, gendar, kue pandan, apem dan ketan. Makanan tradisional tersebut kabarnya sudah jarang ditemukan. Di Gang Baru, saya menghitung tidak sampai lima orang yang menjual makan yang kebanyakan berwarna cerah itu. Padahal penikmat makanan ini masih tetap banyak.Saya dan travel mate puas menikmati suasana hangan dan bertukar sapa dengan “penghuni tidak tetap” sehari-harinya pasar tradisional Gang Baru. Dengan diantar dua becak, kami menuju kawasan Pecinan. Gapura merah dengan ornamen naga menjadi icon kawasan yang dulunya menjadi pusat ekonomi Kota Semarang. Ruko, rumah, dan bangunan tua berjejer. Sebagian melapuk, tak berpenghuni, dan dingin. Menyimpan kenangan Semarang tempo dulu. Tapi tidak lama, kami segera hangat kembali begitu melihat banyak kelenteng di Pecinan. Puluhan kelenteng masih terjaga dan dirawat baik. Pada dasarnya berarsitektur sama, khas Chinese dengan warna merah terang. Hanya saja, kelenteng ini hanya melayani umat Konghucu, Tao, atau Buddha saja.Kelenteng bagi Tiga Agama.Saya tertarik dengan Kelenteng Besar Tay Kak Sie yang berhadapan dengan replika kapal Laksamana Cheng Ho di Jalan Lombok. Di Semarang, Kelenteng Tay Kak Sie adalah yang terlengkap “koleksi” dewa-dewanya. Ada tiga agama yang memanfaatkan kelenteng ini untuk beribadah, yaitu Buddha, Konghucu, dan Tao. Sekitar 20 patung dewa-dewa dalam mitologi Cina terjejer rapi. Dupa dan lilin yang menyala membuat suasana hening, kalau tak bisa dibilang sedikit mistis... Kelenteng Tay Kak Sie akan ramai jika ada salah satu dewa yang berulangtahun. Untuk membiayai kelenteng Tay Kak Sie, dan juga kelenteng-kelenteng lainnya, pengurus menerima donasi atau sumbangan penggunanya dan dari pengunjung. Beberapa kelenteng lain juga kami kunjungi, yang masih terdapat di satu kawasan. Ada Kelenteng Siu Hok Bio, kelenteng tertua di Semarang. Bentuknya kecil dan diapit pertokoan pinggir jalan. Akibatnya Kelenteng Siu Hok Bio tidak memiliki ruang terbuka di samping dan depannya.Lalu ada Kelenteng Wie Wie Kiong, kelenteng Dewa Tani. Seorang ibu bermata sipit sempat menyapa saya. Beliau baru saja beribadah dan sepertinya meminta berkah di bidang pertanian. Ibu ini membawa caping (penutup kepala petani) yang digunakannya saat beribadah. Kelenteng yang tidak kalah menarik adalah Kelenteng Dewi Laut yang bernama Sie Hok Kiong. Belum tuntas rasanya menikmati ragam kelenteng di Pecinan. Tapi kami harus menyudahinya karena ada tempat lain yang meminta dikunjungi. Petualangan wisata setengah hari itu pun berakhir di Lunpia Gang Lombok. Ketiga rekan memesan lunpia basah. Saya sendiri yang menikmati lunpiah goreng ditemani es kopyor yang super lembur teksturnya. Ehm... ini nikmat sekali.
Tuesday, October 4, 2011
Tidung Island
Saat ini, Pulau Tidung menjadi salah satu tujuan wisata yang cukup digemari oleh kaum muda. Karena biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal dan waktu yang dibutuhkan juga tidak terlalu lama. Untuk bisa sampai di sana, Anda cukup mengeluarkan dana Rp300.000,- rupiah dan sudah dapat menikmati keindahan seluruh pesona Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Dengan suguhan snorkling, tempat ini bisa dijadikan salah satu tujuan wisata untuk weekend Anda dan keluarga.
Keindahan di Balik Kedahsyatan Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Gunung ini meletus pada tanggal 26-27 Agustus 1883 dan mengakibatkan gunungnya tinggal setengah bagian. Letusan luar biasa dahsyat berakibat awan panas dan tsunami serta menewaskan sekitar puluhan ribu jiwa. Suara letusan itu terdengar sampai Australia dan sampai ke Afrika. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.pada tahun 1927 muncul sebuah gunung baru di sekitar gunung krakatau tersebut, yang sering kita kenal sebagai Anak Krakatau. Fenomena yang luar biasa gunung melahirkan gunung dan anaknya pun semakin hari semakin bertambah tinggi. Saat ini larvanya menjadi objek wisata yang sangat menarik di samping kita bisa ber-snorkeling dan berenang di tengah lautan.
Subscribe to:
Posts (Atom)